Kamis, 26 Januari 2012

Roman Abramovich

Roman Arkadievich Abramovich (IPA[rʌˈmɑn ərˈkadʲievɨtɕ əbrʌˈmovɨtɕ]) (bahasa RusiaРома́н Арка́дьевич Абрамо́вич) (lahir diSaratovRusia24 Oktober 1966; umur 45 tahun), adalah seorang miliarder Rusia dan pemilik perusahaan investasi Millhouse Capital, dianggap sebagai salah seorang oligarki Rusia. Menurut majalah Forbes 2006, pada 13 Februari 2006 ia memiliki kekayaan bersih sebesar US$ 18.2 miliar [2] dan menurut majalah Finance Rusia pada Januari 2007 kekayaannya mencapai US$ 21 miliar .[3]. Ia dianggap sebagai orang terkaya yang tinggal di Inggris Raya pada tahun 2003[4]. .
Penekanan pengucapan nama keluarganya sering pada suku kata kedua (Abrámovich) bila dilafalkan dalam Bahasa Inggris, sedangkan dalam bahasa asalnya Rusia ditekan pada suku kata ketiga (Abramóvich).
Di Rusia, Abramovich adalah seorang gubernur untuk provinsi Chukotka, ia terpilih pada tahun 2000. Di luar Rusia, ia terkenal sebagai pemilik klub sepak bola Liga Primer Inggris Chelsea, dan peranannya yang penting pada sepak bola Eropa. Selain hal-hal tersebut, kegiatan Abramovich lainnya tidak diketahui oleh publik.
Masa Kecil dan Pendidikan 
Ayahnya adalah seorang [Yahudi], dan ibunya adalah seorang Rusia. Kakek-nenek Roman dari sisi ayah dibuang ke Siberia dari Tauragė,Lithuania oleh pemerintah Uni Sovyet setelah pendudukan Lithuania pada tahun 1940.[5] Roman dibesarkan sebagai seorang yatim piatu. Ibunya, Irina Ostrowski Abramovich, meninggal karena penyakit bakteremia karena aborsi saat Roman berusia satu tahun.[6] Ayahnya Arkady Abramovich terbunuh pada sebuah kecelakaan di proyek pembangunan saat Roman berusia tiga tahun.[6] Abramovich dibesarkan oleh pamannya di Ukhta and dan oleh neneknya di Moskow[6] Sebelum pindah ke Moskow ia dan saudara perempuannya tinggal diSyktyvkar, ibukota Republik Komi. Abramovich bersekolah di Institut Industri di kota Ukhta sebelum mengikuti wajib militer pada Angkatan Bersenjata Uni Sovyet. Setelah mengikuti wajib militer ia sempat berkuliah sebentar di Institut Auto Transport Negeri di Moskow sebelum mengambil cuti untuk berbisnis. Ia akhirnya mendapatkan gelar dari Akademi Hukum Negeri Moskow dengan sistem pembelajaran jarak jauh.

Abramovich mendapatkan kekayaannya dengan membeli saham-saham industri-industri yang baru diprivatisasikan setelah jatuhnya komunisme dengan harga murah. Ia pernah menjadi pemegang saham terbesar di Sibneft, sebuah perusahaan minyak besar, dan juga pemegang saham yang penting di RusAl, produsen aluminium terbesar kedua di dunia, dan beberapa perusahaan lainnya.[sunting]
Kesuksesan Bisnis

Abramovich dan Sepak bola Eropa


Chelsea F.C.

Stamford Bridge, stadion Chelsea
Pada bulan Juni 2003, ia menjadi pemilik perusahaan-perusahaan yang mengendalikan Klub Sepak bola Chelsea di Inggris. Sebelumnya ia telah mempertimbangkan untuk membeli beberapa klub lainnya sebelum akhirnya ia membeli Chelsea, yang saat itu mengalami kesulitan finansial. Pembelian ini membuatnya menjadi terkenal di Inggris. Segera setelah Abramovich mengendalikan Chelsea, ia menanamkan modal dalam jumlah besar (diperkirakan mencapai £ 440 juta sampai Januari 2006), dengan memperhitungkan pengambilalihan beban hutang sebesar £ 80 juta dan transfer-transfer pemain.
Klub ini juga meluncurkan sebuah program ambisius pada pengembangan komersial, dengan tujuan menjadi merk yang mendunia, dan mengumumkan rencana membangun sebuah kompleks latihan mewah yang baru Cobham, Surrey.[7] Chelsea mengakhiri musim pertamanya setelah pengambilalihan pada posisi ke-2 di Premiership, dari posisi ke-4 pada musim sebelumnya dan mencapai tahap semifinal pada Liga Champion Eropa. Manajer baru, José Mourinho, direkrut dan Chelsea mengakhiri musim berikutnya sebagai juara liga, pertama setelah 50 tahun. Setelah lima tahun pengambilalihan klub ini telah memenangkan lima trofi utama, terbanyak dibandingkan klub-klub lainnya dalam periode yang sama. Saat ini mereka menjadi salah satu kekuatan utama dalam sepak bola Inggris.


CSKA Moscow

Pada bulan Maret 2004, Sibneft menyetujui kontrak sponsor selama tiga tahun dengan nilai US$ 58 juta dengan klub sepak bola CSKA Moscow. Karena perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa keputusan dilakukan oleh tingkat manajemen puncak, diduga bahwa ini merupakan usaha Abramovich untuk menangkal tuduhan 'tidak patriotik' saat ia mengambil alih Chelsea. Peraturan UEFA melarang satu orang memiliki lebih dari satu tim yang berpartisipasi dalam kompetisi UEFA, karenanya Abramovich tidak dapat memiliki saham di CSKA. Berdasarkan investigasi khusus yang dilakukan UEFA, akhirnya ia dinyatakan bebas dari konflik kepentingan antara kedua klub.[8] Walaupun demikian, ia disebut sebagai orang yang paling berpengaruh dalam sepak bola Rusia oleh sebuah majalah Rusia Pro Sport pada akhir Juni 2004. Pada bulan Mei 2005, CSKA memenangkan gelar Piala UEFA, klub Rusia pertama yang berhasil memenangkan kejuaran Eropa. Namun pada bulan Oktober 2005 Abramovich menjual seluruh sahamnya di Sibfnet dan pemilik perusahaan yang baru Gazprom, yang sebelumnya telah mensponsori klub sepak bola FC Zenit Saint Petersburg, membatalkan kesepakatan sponsor tersebut.


Kesebelasan Nasional Rusia

Abramovich juga memainkan peranan yang besar dalam mebawa Guus Hiddink menjadi pelatih Kesebalasan Sepak bola Nasional Rusia.[9] Piet de Visser, yang sebelumnya merupakan kepala pemandu bakat di bekas klub Hiddink PSV Eindhoven dan sekarang menjadi asisten pribadi Abramovich di Chelsea lah yang telah merekomendasikan Hiddink.[10]


Akademi Sepak bola Nasional

Selain keterlibatannya dalam sepak bola profesional, Abramovich juga mensponsori sebuah yayasan di Rusia yang dikenal dengan Akademi Sepak bola Nasional. Organisasi ini mensponsori program-program olahraga untuk remaja di seluruh negri dan membangun lebih dari 15 lapangan sepak bola di berbagai kota dan daerah. Yayasan ini juga menyediakan dana untuk para pelatih, buku-buku pelatihan, merenovasi fasilitas olahraga dan membawa para pelatih dan pelajar berpotensi mengunjungi klub-klub sepak bola profesional di Inggris, Belanda dan Spanyol.


Keluarga, Minat dan Kegiatan Lainnya

Roman dan Irina
Daria Zhukova
Abramovich menikah dua kali, dengan Olga (bercerai 1990), dan dengan Irina (terlahir dengan nama Malandina) pada tahun 1991 (bercerai 2007).
Pada tanggal 15 October 2006, surat kabar News of the World melaporkan bahwa Iria telah menyewa dua pengacara perceraian terkemuka di Inggris, setelah mendapat laporan hubungan dekat Abramovich dengan seorang gadis cantik yang berusia 23 tahun Daria Zhukova, bekas pacar petenis terkemuka Rusia Marat Safin. Perceraian ini mungkin akan menjadi rekor perceraian termahal (diperkirakan melibatkan uang sebesar £5.5 miliar). Abramovich menyatakan belum berkonsultasi dengan pengacaranya tentang perceraian tersebut.[11] However, they later divorced in Russia in March 2007, with a settlement reported as being $300 million.[12]
Roman Abramovich juga mensponsori pameran fotografi seorang fotografer Uzbekistan (dulu Uni Sovyet) Max Penson (1893–1959) yang dibuka pada tanggal 29 November 2006 yang dilaksanakan di Gilbert Collection yang bertempat di Somerset House London. Sebelumnya ia juga telah mendanai pameran fotografi "Quiet Resistance: Russian Pictorial Photography 1900s-1930s" di galeri yang sama tahun 2005.[13] Kedua pameran tersebut dikelola oleh Moscow House of Photography.

Selasa, 24 Januari 2012

Putih – Sampai Mati

pahamilah semua apa yang terjadi
saat hati tak lagi bisa berkata
mungkin bahagiamu bukan tuk diriku
biarkan semua ini jadi kenangan

lupakan semua cerita cinta
tinggalkan jiwaku yang terluka

reff :
sampai mati kisah ini kan ku jaga
hingga berakhir nafasku
putih cintaku untukmu
sampai mati dirimu kan dihatiku
tiada mungkin tuk terganti
walau semua telah berlalu

atas nama cinta kau yang kubanggakan
inilah hidup tak perlu disesali
biarkan semua tetaplah terjaga
sudahkah kenangan cinta yang terindah

lupakan semua cerita cinta
tinggalkan jiwaku yang terluka
back to reff

Gerakan mahasiswa di Indonesia

Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.

1908
Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.

1928
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.

1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe hok gie

1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
  • Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
  • Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.

1977-1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan bersifat nasional namun tertutup dalam kampus, Oktober 1977
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang. [1] 28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!". Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali tentram. 
Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1977, berkumpulnya mahasiswa kembali
10 November 1977, di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober 1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa berkumpul, kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan.
Sejak pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan di front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang. Kemudian disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya.
Sementara di kota-kota lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000 mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju Salemba (kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat tentara.
Acara hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai membuat gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari kampus-kampus Surabaya. Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat pada rakyat. Aksi mereka dibungkam dengan cerdik.
Konsolidasi berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema jelas, menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa.
Pimpinan Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka bergerak satu suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga poin namun berarti. "Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah setia bersama rakyat menegakan kebenaran dan keadilan".[2]
Peringatan Tritura 10 Januari 1978, dihentikannya gerakan oleh penguasa
Peringatan 12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal sekaligus akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah penyebaran benih-benih teror dan pengekangan.
Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.[2]
Era NKK/BKK
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.

1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.

1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.